Sabtu, 30 April 2011

WAJAH PENDIDIKAN INDONESIA KINI

Pendidikan dan pembelajaran adalah elemen terpenting dari langkah pemberdayaan masyarakat dalam rangka melakukan transformasi atau perubahn sosial menuju titik humanitas dan social welfare tertinggi, dimana ada dan tidaknya kesadaran untuk berubah dan berdaya dalm diri masyarakat dibentuk, dan untuk kemudian diupayakan berkembang melalui pembelajaran dan pendidikan yang partisipatif, dengan satu harapan bahwa dari pola pendidikan yang diupayakan tersebut akan muncul para par-excellent yang mampu menjadi motor penggerak perubahn sosial tersebut.

Bagi negaran dan bangsa ini yang sedang berad dalam multi keterpurukan, model atau juga pola pendidikan yang partisipatif dan kritis merupakan prasyarat utama untuk berdaya dan mentas dari jurang keterpurukannya, dimana sistem yang partisipatif dan kritis tersebut harus diawali oleh pembentukan sistem pendidikan dan perangkat regulasinya yang responsif terhadap kondisi dan aspirasi rakyat sebagai subyek pendidikan, artinya sistem pendidikan kita ditengah masyarakat yang lemah secara ekonomi dan kedirian ini sewajarnyalah mampu menyediakan adanya pendidikan murah dengan berbasis pada kemanusiaan dan kelokalan (baik spirit maupum nilai yang hendak dibangin).

Namun, apa yang menjadi relaitas kekinian wajah dunia pendidikan kita saat ini belum, atau mungkin tidak mencerminkan wajah yang responsif dan kondusif bagi adanya perubahan sosial progresif, bahkan cenderung mengarah pada sebuah bentuk pendidikan yang alienatif bagi edentitas peserta didiknya. semakin terkikisnya peran Negara sebagai dampak pengabdian Negara pada kapitalisme berbuntut pada minimnya peran Negara dalam menjamin kesejahteraan masyarakat dan eksistensi lokalitas masyarakat, karena yang berjalan dan menjadi standard bukan lagi nilai luhur ketuhanan dan kebangsaan, tetapi nilai hewaniah pasar dan globalisme. Sehingga alih-alih dikeluarkannya kebijakan otonomi sekolahan (kampus) dengan kulikulum berbasis kompetensi mampu menyediakan pendidikan murah dan berkualitas, pendidikan berkualitas namun mahal saja menjadi sesuatu yang langkah dan karenanya sulit untuk dijumpai, bahkan dengan rancunya standard kompetensi keterpelajaran, peserta didik dibuat linglung dan semakin jauh dari sadar akan diri dan fungsi dia sebagai seorang yang terdidik.

Secara jujur kita harus mau menerima bahwa pendidikan Indonesia saat ini tidak lagi layak disebut sebagai kawah condro dimuko yang mampu mencetak seorang manusia par-excellent layaknya Gathot kaca di pewayangan, karena pendidikan Indonesia kini lebih mirip seperti pabrikan robot yang mengolah bahan baku (rakyat dan modalnya) yang tersedia untuk dijadikan beberapa macam jenis robot, sehingga layaknya robot, pelajar robot Indonesia harus mau menerima standard program, kemampuan, penalaran dan kedirian yang telah diformat dan ditentukan oleh pabrikannya tanpa bisa protes dan meng up-grade dirinya secara mandiri.

Pudarnya moral agama, munculnya materialisme, pola hidup konsumtif dan lahirnya neo feodalisme di Indonesia akhir-akhir ini adalah bukti nyata “keberhasilan” sistem pendidikan pasar Indonesia dalam menciptakan manusia robot, manusia yang didalam otaknya ditanamkan chip yang hanya tahu bahwa standard kecerdasan adalah angka 9 (sembilan) dan huruf A, standard kesejahteraan adalah Rp (rupiah), standard keren adalah “Levi’s” dan “Nike”, dan standard baik-buruk serta kebenaran adalah keumuman. Jika melihat realitas tersebut, kiranya tepat menyatakan bangsa ini sekarang ada tapi tidak berada atau dalam terma arab di sebut ujuduhu ka adamihi, bangsa tanpa identitas jelas sebagai bangsa dan karenanya segera tiada.

Pertanyaannya sekarang adalah apakah kita mau saja menerima realitas tersebut untuk kemudian ikut sebagi penggembiranya?. Penulis yakin siapapun yang faham kondisi tersebut akan mengatakan tidak, tapi memulai dari mana adalah satu permasalahan rumit yang terkadang membuat banyak orang berhenti untuk bergerak. Dalam hemat penulis, perubahn harus dilakukan secara sadar oleh subyek pendidikan (masyarakat) dan penyelenggara sistem pendidikan (Negara). Subyek harus berani untuk secara kritis mengetengahkan sekaligus menuntut pemenuhan kebutuhannya dan dengan sadar mau kembali memikirkan kembali keberadaannya sebagai bagian dari komunitas, untuk kemudian menjalankan kewajibannya sebagi anggota masyarakat memperjuangkan suatu sistem yang manjamin eksistensinya sebagai anggota komunitas.

Di sisi Negara, Negara harus mau kembali kepada fungsi awalnya sebagai penjamin kesejahteraan dan penjaga keamanan rakyatnya, dimana Negara harus mau menolak dan melawan belenggu pasar global bagi penentuan kebijakn sosialnya, untuk kemudian secar konkrit mau merubah kebijakn pembangunan yang ada kepada pembangunan manusia, dengan sakah satu langkahnya adalah penciptaan sekolah murah dengan peningkata alokasi dana APBN untuk pendidikan dan merevisi kebijakan kurikulum menjadi kurikulum yang ramah lingkungan dan ramah terhadap keberagaman sosial maupun individual.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN.

Ilmu pengetahuan mengada (muncul) sejak adanya manusia. Hal itu dikarenakan manusia sebagai subyek kehidupan yang diciptakan Allah dengan kesempurnaan penciptaannya, yakni dikaruniai akal dan budi serta nurani memiliki insting dasar untuk selalu ingin tahu atas apa yang dilihat dan dirasakannya. Sebagai contoh, ketika seorang bayi lahir, maka pertama kali yang dilakukannya adalah menangis dan berusaha mencari letak sumber penghidupannya, dapat dibuktikan dengan gerakan bayi mencari letak payu dara ibunya untuk kemudian berusaha mencapai tempat dia menyusu tersebut. Proses perkembangan ilmu pengetahuan adalah seiring dengan laju pertumbuhan umat manusia dan peradaban yang mengiringinya, karena gerak tumbuh peradaban manusia pada waktu dan dalam komunitas tertentu dipengaruhi oleh laju intelektualitas dan tumbuh kembang ilmu pengetahuan yang dihasilkan. Adapun perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri selalu disandarkan pada proses dialektik dalam diri manusia, yakni proses dimana manusia melihat fenomena melalui inderanya, mengagumi fenomena tersebut, kemudian mulai muncul keraguan akan kebenaran inderawi yang ditangkapnya, yang selanjutnya bermuara pada pertanyaan dan penelitian atas fenomena empiric yang ada didepannya.
Proses dialektika manusia untuk mencari kebenara itulah yang kemudian melahirkan ilmu pengetahuan, dan pada tataran proses dialektika ini pulalah sesungguhnya kualitas sebuah peradaban dapat diukur, semakin tinggi tingkat intelektualitas dan peradaban suatu kaum, maka semakin tajam dan komprehensif pula pertanyaan yang terlontar, serta semakin matang pula metode dan landas sistemik yang dipergunakan oleh mereka untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Apa yang kita jumpai saat ini dengan kemajuan sains dan teknologi serta pergeseran nilai keberadaban adalah bagian dari realitas yang mendukung pernyataan tersebut, yakni realitas bahwa perkembangan peradaban umat manusia didasarkan pada kompleksitas permasalahan yang muncul dan cara sekaligus hasil yang dicapai untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Sebagai contoh, jika pada masa lalu dengan jumlah manusia dan kebutuhan yang masih minimum, manusia hanya disibukkan dengan satu kebutuhan dasarnya yakni how to live, yang mereka sikapi dengan hidup berpindah-pindah dan berkelompok dari satu tempat ketempat lain untuk medapatkan makanan dengan memanfaatkan kekayaan alam yang masih melimpah dan alamiah, dimana kuasa atas suatu kelompok ditentukan oleh lemah kuat otot seseorang (yang kuat yang memimpin), kemudian pada perkembangan selanjutnya ketika jumlah manusia bertambah dan sumber makanan langsung semakin terbatas mereka mulai berfikir tentang bercocok tanam dan meramu (mengolah) makanan, dan begituah seterusnya hingga sekarang.
Beranjak dari uraian pendahuluan tersebut, maka berikut ini akan kami uraikan sejarah ringkas perkembangan ilmu pengetahuan, yang diklasifikasikan kedalam empat masa, yakni masa purba, masa yunani kuno, masa Islam klasik, masa renaissance dan masa kontemporer.

a. Ilmu Pengetahuan Zaman Purba

Sejarah perkembangan ilmu pengetahuan seiring dengan tumbuh kembang manusia sebagai subyek pencarai dan penemu ilmu itu sendiri, kendatipun demikian, sebagian besar ahli sejarah dan filsafat memaparkan bahwa awal mula sejarah mengadanya ilmu pengetahuan adalah sejak zaman yunani kuno, karena menurut mereka pada masa inilah karakteristik keilmuan sebagai yang bersifat koheren, empiris, sistematis, dapat diukur, dan dibuktikan hadir sebagai perangkat metodikal pencarian kebenaran. Namun bisa juga pandangan mereka tersebut dikarenakan oleh tidak adanya data historis tentang adanya ilmu sebelum zaman Yunani kuno yang sampai pada kita.
Jika merujuk pada pandangan pertama mereka bahwa sebelum ditemukannya metode ilmiah kebenaran yang hadir hanya bersifat pengetahuan semata, maka secara prinsipil mereka telah mempersepsikan informasi dari teks-teks agama tentang kisah-kisah umat masa lalu, konsep yang dibangun dalam kisah itu semisal nama-nama dan metode yang Adam ketahui serta jalankan, tidak termasuk ilmu tetapi hanya pengetahuan belaka. Namun jika tidak diakuinya adanya ilmu pengetahuan pada zaman purba ini dikarenakan ketiadaan data, maka bukan berarti pengetahuan yang tersistem hanya ditemukan dan dimulai pada zaman Yunani kuno, tetapi ia sudah ada sebelumnya hanya saja informasinya tidak sampai pada kita.
Menurut George J. Mouly, permulaan ilmu dapat disusur sampai pada permulaan manusia. Tak diragukan lagi bahwa manusia purba telah menemukan beberapa hubungan yang bersifat empiris yang memungkinkan mereka untuk mengerti keadaan dunia. Masa manusia purba dikenal juga dengan masa pra-sejarah. Menurut Soetriono dan SDRm Rita Hanafie, masa sejarah dimulai kurang lebih 15.000 sampai 600 tahun Sebelum Masehi. Pada masa ini pengetahuan manusia berkembang lebih maju. Mereka telah mengenal membaca, menulis, dan berhitung. Kebudayaan mereka pun mulai berkembang di berbagai tempat tertentu, yaitu Mesir di Afrika, Sumeria, Babilonia, Niniveh, dan Tiongkok di Asia, Maya dan Inca di Amerika Tengah. Mereka sudah bisa menghitung dan mengenal angka. Meski agak berbeda dengan pendapat tersebut, Muhammad Husain Haekal (1888-1956) berpendapat lebih spesifik bahwa sumber peradaban sejak lebih dari enam ribu tahun yang lalu (berarti sekitar 4000 SM) adalah Mesir. Zaman sebelum itu dimasukkan orang ke dalam kategori pra-sejarah. Oleh karena itu, sukar sekali akan sampai kepada suatu penemuan yang ilmiah.
Ilmu lahir seiring dengan adanya manusia di muka bumi hanya saja penamaan ilmu-ilmu itu biasanya muncul belakangan. Penekanan terhadap kegunaan dan aplikasi cenderung lebih diutamakan daripada penamaannya. Teori ini berlaku secara umum terhadap beberapa – untuk tidak dikatakan semua – disiplin ilmu dari generasi ke generasi. Berbekal otak, pengalaman, dan pengamatan terhadap gejala-gejala alam, manusia purba sudah barang tentu memiliki seperangkat pengetahuan yang dapat membantu mereka mengarungi kehidupan. Seperangkat pengetahuan tersebut semakin lama akan semakin tersusun rapi karena inilah karakteristik dasar ilmu. Jika kita menafikan adanya ilmu tertentu yang mereka miliki, maka kita akan sulit menjawab pertanyaan: mungkinkah mereka bisa bertahan hidup bertahun-tahun tanpa bekal apapun?
Selanjutnya Mouly menyebutkan bukti-bukti secara berurutan terhadap pernyataannya sebagai berikut: Usaha mula-mula di bidang keilmuan yang tercatat dalam lembaran sejarah dilakukan oleh bangsa Mesir, di mana banjir sungai Nil yang terjadi tiap tahun ikut menyebabkan berkembangnya sistem almanak, geometri, dan kegiatan survei. Keberhasilan ini kemudian diikuti oleh bangsa Babilonia dan Hindu yang memberikan sumbangan-sumbangan yang berharga meskipun tidak seinsentif kegiatan bangsa Mesir. Setelah itu muncul bangsa Yunani yang menitikberatkan pada pengorganisasian ilmu di mana mereka bukan saja menyumbang perkembangan ilmu dengan astronomi, kedokteran, dan sistem klasifikasi Aristoteles, namun juga silogisme yang menjadi dasar bagi penjabaran secara deduktif pengalaman-pengalaman manusia.
Peradaban Mesir kuno, misalnya, mewariskan peninggalan-peninggalan bermutu tinggi seperti piramida, kuil, dan sistem penatanan kota. Peninggalan-peninggalan ini tidak mungkin ada tanpa adanya ilmu yang mereka miliki. Proses pembangunan piramida yang menjulang tinggi dan tersusun dari batu-batu besar pilihan tak bisa lepas dari matematika dan arsitektur. Begitu pula dengan proses pembangunan kuil megah mereka. Sementara itu, sistem penataan kota membutuhkan arsitektur dan administrasi pemerintahan. Dengan kata lain, peninggalan-peninggalan bersejarah tersebut menunjukkan adanya ilmu-ilmu tertentu yang mereka miliki sehingga mereka bisa mewujudkan impian mereka menjadi kenyataan. Menurut Haekal, Mesir adalah pusat yang paling menonjol membawa peradaban pertama ke Yunani atau Rumawi.
Jauh sebelum masa mesir kuno, kita juga mengimani kejadian yang terjadi pada masa kenabian Nuh, yakni apa yang dalam manuskrip agama dinyatakan bahwa pada masa itu Nuh bersama umatnya yang patuh telah mampu membuat kapal besar yang sanggup menyelamatkan mereka dari banjir bandang, serta banyak lagi kisah-kisah yang dalam konteks keimanan kita yakini kebenarannya. Perlu menjadi catatan disini bahwa apa yang dikembangkan oleh pemikir di zaman setelah pra sejarah dan sejarah sesungguhnya tidaklah missinglink dari apa yang sebelumnya telah difahami benar, hal itu terbukti dari catatan sejarah yang tidak pernah berani menegaskan bahwa simbolisasi angka sebagaimana kita ketahui saat ini baru ada pada zaman yunani kuno, begitu juga simbolisasi-simbolisasi lainnya.

b. Ilmu Pengetahuan Zaman Yunani Kuno

Yunani kuno sangat identik dengan filsafat. Ketika kata Yunani disebutkan, maka yang terbesit di pikiran para peminat kajian keilmuan bisa dipastikan adalah filsafat. Padahal filsafat dalam pengertian yang sederhana sudah ada jauh sebelum para filosof klasik Yunani menekuni dan mengembangkannya. Filsafat di tangan mereka menjadi sesuatu yang sangat berharga bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada generasi-generasi setelahnya. Ia ibarat pembuka pintu-pintu aneka ragam disiplin ilmu yang pengaruhnya terasa hingga sekarang. Sehingga wajar saja bila generasi-generasi setelahnya merasa berhutang budi padanya, termasuk juga umat Islam pada abad pertengahan masehi bahkan hingga sekarang. Tanpa mengkaji dan mengembangkan warisan filsafat Yunani rasanya sulit bagi umat Islam kala itu merengkuh zaman keemasannya. Begitu juga orang Barat tanpa mengkaji pengembangan filsafat Yunani yang dikembangkan oleh umat Islam rasanya sulit bagi mereka membangun kembali peradaban mereka yang pernah mengalami masa-masa kegelapan menjadi sangat maju dan mengungguli peradaban-peradaban besar lainnya seperti sekarang ini.
Periode filsafat Yunani merupakan periode sangat penting dalam sejarah peradaban manusia karena pada waktu ini terjadi perubahan pola pikir manusia dari mitosentris menjadi logosentris. Dari proses inilah kemudian ilmu berkembang dari rahim filsafat yang akhirnya kita nikmati dalam bentuk teknologi. Karena itu, periode perkembangan filsafat Yunani merupakan entri poin untuk memasuki peradaban baru umat manusia. Inilah titik awal manusia menggunakan rasio untuk meneliti dan sekaligus mempertanyakan dirinya dan alam jagad raya.
Filosof alam pertama yang mengkaji tentang asal-usul alam adalah Thales (624-546 SM), setelah itu Anaximandros (610-540 SM), Heraklitos (540-480 SM), Parmenides (515-440 SM), dan Phytagoras (580-500). Thales, yang dijuluki bapak filsafat, berpendapat bahwa asal alam adalah air. Menurut Anaximandros substansi pertama itu bersifat kekal, tidak terbatas, dan meliputi segalanya yang dinamakan apeiron, bukan air atau tanah. Heraklitos melihat alam semesta selalu dalam keadaan berubah. Baginya yang mendasar dalam alam semesta adalah bukan bahannya, melainkan aktor dan penyebabnya yaitu api. Bertolak belakang dengan Heraklitos, Parmenides berpendapat bahwa realitas merupakan keseluruhan yang bersatu, tidak bergerak dan tidak berubah. Phytagoras berpendapat bahwa bilangan adalah unsur utama alam dan sekaligus menjadi ukuran. Unsur-unsur bilangan itu adalah genap dan ganjil, terbatas dan tidak terbatas. Jasa Phytagoras sangat besar dalam pengembangan ilmu, terutama ilmu pasti dan ilmu alam. Ilmu yang dikembangkan kemudian hari sampai hari ini sangat bergantung pada pendekatan matematika. Jadi setiap filosof mempunyai pandangan berbeda mengenai seluk beluk alam semesta. Perbedaan pandangan bukan selalu berarti negatif, tetapi justeru merupakan kekayaan khazanah keilmuan. Terbukti sebagian pandangan mereka mengilhami generasi setelahnya.
Setelah mereka kemudian muncul beberapa filosof Sofis sebagai reaksi terhadap ketidakpuasan mereka terhadap jawaban dari para filosof alam dan mengalihkan penelitian mereka dari alam ke manusia. Bagi mereka, manusia adalah ukuran kebenaran sebagaimana diungkapkan oleh Protagoras (481-411 SM), tokoh utama mereka. Pandangan ini merupakan cikal bakal humanisme. Menurutnya, kebenaran bersifat subyektif dan relatif. Akibatnya, tidak akan ada ukuran yang absolut dalam etika, metafisika, maupun agama. Bahkan dia tidak menganggap teori matematika mempunyai kebenaran absolut. Selain Protagoras ada Gorgias (483-375 SM). Menurutnya, penginderaan tidak dapat dipercaya. Ia adalah sumber ilusi. Akal juga tidak mampu meyakinkan kita tentang alam semesta karena akal kita telah diperdaya oleh dilema subyektifitas. Pengaruh positif gerakan kaum sofis cukup terasa karena mereka membangkitkan semangat berfilsafat. Mereka tidak memberikan jawaban final tentang etika, agama, dan metafisika.
Pandangan para filosof Sofis tersebut disanggah oleh para filosof setelahnya seperti Socrates (470-399 SM), Plato (429-347 SM), dan Aristoteles (384-322 SM). Menurut mereka, ada kebenaran obyektif yang bergantung kepada manusia. Socrates membuktikan adanya kebenaran obyektif itu dengan menggunakan metode yang bersifat praktis dan dijalankan melalui percakapan-percakapan. Menurutnya, kebenaran universal dapat ditemukan. Bagi Plato, esensi mempunyai realitas yang ada di alam idea. Kebenaran umum ada bukan dibuat-buat bahkan sudah ada di alam idea. Filsafat Yunani klasik mengalami puncaknya di tangan Aristoteles. Dia adalah filosof yang pertama kali membagi filsafat pada hal yang teoritis (logika, metafisika, dan fisika) dan praktis (etika, ekonomi, dan politik). Pembagian ilmu inilah yang menjadi pedoman bagi klasifikasi ilmu di kemudian hari. Dia dianggap sebagai bapak ilmu karena mampu meletakkan dasar-dasar dan metode ilmiah secara sistematis. Karena demikian meresapnya serta lamanya pengaruh ajaran-ajaran Plato dan Aristoteles, A.N. Whitehead memberikan catatan bahwa segenap filsafat sesudah masa hidup keduanya sesungguhnya merupakan usulan-usulan belaka terhadap ajaran-ajaran mereka. Pendapat Whitehead tidak seluruhnya benar karena umat Islam, misalnya, selain mengembangkan filsafat mereka, mereka juga melakukan inovasi di beberapa persoalan filsafat Yunani sehingga memiliki karakteristik Islami.

c. Ilmu Pengetahuan Zaman Islam Klasik

Ilmu-ilmu keIslaman seperti tafsir, hadis, fiqih, usul fiqih, sudah berkembang sejak masa-masa awal Islam hingga sekarang. Khusus dalam bidang teologi, Muktazilah dianggap sebagai pembawa pemikiran-pemikiran rasional. Menurut Harun Nasution, pemikiran rasional berkembang pada zaman Islam klasik (650-1250 M). Pemikiran ini dipengaruhi oleh persepsi tentang bagaimana tingginya kedudukan akal seperti yang terdapat dalam al-Qur`an dan hadis. Persepsi ini bertemu dengan persepsi yang sama dari Yunani melalui filsafat dan sains Yunani yang berada di kota-kota pusat peradaban Yunani di Dunia Islam Zaman Klasik, seperti Alexandria (Mesir), Jundisyapur (Irak), Antakia (Syiria), dan Bactra (Persia).
W. Montgomery Watt menambahkan lebih rinci bahwa ketika Irak, Syiria, dan Mesir diduduki oleh orang Arab pada abad ketujuh, ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani dikembangkan di berbagai pusat belajar. Terdapat sebuah sekolah terkenal di Alexandria, Mesir, tetapi kemudian dipindahkan pertama kali ke Syiria, dan kemudian –pada sekitar tahun 900 M– ke Baghdad. Kolese Kristen Nestorian di Jundisyapur, pusat belajar yang paling penting, melahirkan dokter-dokter istana Hārūn al-Rashīd dan penggantinya sepanjang sekitar seratus tahun. Akibat kontak semacam ini, para khalifah dan para pemimpin kaum Muslim lainnya menyadari apa yang harus dipelajari dari ilmu pengetahuan Yunani. Mereka mengagendakan agar menerjemahkan sejumlah buku penting. Beberapa terjemahan sudah mulai dikerjakan pada abad kedelapan. Penerjemahan secara serius baru dimulai pada masa pemerintahan al-Ma’mūn (813-833 M). Dia mendirikan Bayt al-Ḥikmah, sebuah lembaga khusus penerjemahan. Sejak saat itu dan seterusnya, terdapat banjir penerjemahan besar-besaran. Penerjemahan terus berlangsung sepanjang abad kesembilan dan sebagian besar abad kesepuluh.
Buku-buku matematika dan astronomi adalah buku-buku yang pertama kali diterjemahkan. Al-Khawārizmī (Algorismus atau Alghoarismus) merupakan tokoh penting dalam bidang matematika dan astronomi. Istilah teknis algorisme diambil dari namanya. Dia memberi landasan untuk aljabar. Istilah “algebra” diambil dari judul karyanya. Karya-karyanya adalah rintisan pertama dalam bidang aritmatika yang menggunakan cara penulisan desimal seperti yang ada dewasa ini, yakni angka-angka Arab. Al-Khawārizmī dan para penerusnya menghasilkan metode-metode untuk menjalankan operasi-operasi matematika yang secara aritmatis mengandung berbagai kerumitan, misalnya mendapatkan akar kuadrat dari satu angka. Di antara ahli matematika yang karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin adalah al-Nayrīzī atau Anaritius (w. 922 M) dan Ibn al-Haytham atau Alhazen (w. 1039 M). Ibn al-Haytham menentang teori Eucleides dan Ptolemeus yang menyatakan bahwa sinar visual memancar dari mata ke obyeknya, dan mempertahankan pandangan kebalikannya bahwa cahayalah yang memancar dari obyek ke mata. Di bidang astronomi, al-Battānī (Albategnius) menghasilkan table-tabel astronomi yang luar biasa akuratnya pada sekitar tahun 900 M. Ketepatan observasi-observasinya tentang gerhana telah digunakan untuk tujuan-tujuan perbandingan sampai tahun 1749 M. Selain al-Battānī, ada Jābir ibn Aflaḥ (Geber) dan al-Biṭrūjī (Alpetragius). Jābir ibn Aflaḥ dikenal karena karyanya di bidang trigonometri sperik. Di bidang astronomi dan matematika, ada juga Maslamah al-Majrīṭī (w. 1007 M), Ibn al-Samḥ, dan Ibn al-Ṣaffār. Ibn Abī al-Rijāl (Abenragel) di bidang astrologi.
Dalam bidang kedokteran ada Abū Bakar Muḥammad ibn Zakariyyā al-Rāzī atau Rhazes (250-313 H/864-925 M atau 320 H/932 M) , Ibn Sīnā atau Avicenna (w. 1037 M), Ibn Rushd atau Averroes (1126-1198 M), Abū al-Qāsim al-Zahrāwī (Abulcasis), dan Ibn Ẓuhr atau Avenzoar (w. 1161 M). Al-Ḥāwī karya al-Rāzī merupakan sebuah ensiklopedi mengenai seluruh perkembangan ilmu kedokteran sampai masanya. Untuk setiap penyakit dia menyertakan pandangan-pandangan dari para pengarang Yunani, Syiria, India, Persia, dan Arab, dan kemudian menambah catatan hasil observasi klinisnya sendiri dan menyatakan pendapat finalnya. Buku Canon of Medicine karya Ibnu Sīnā sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12 M dan terus mendominasi pengajaran kedokteran di Eropa setidak-setidaknya sampai akhir abad ke-16 M dan seterusnya. Tulisan Abū al-Qāsim al-Zahrāwī tentang pembedahan (operasi) dan alat-alatnya merupakan sumbangan yang berharga dalam bidang kedokteran.
Dalam bidang kimia ada Jābir ibn Ḥayyān (Geber) dan al-Bīrūnī (362-442 H/973-1050 M). Sebagian karya Jābir ibn Ḥayyān memaparkan metode-metode pengolahan berbagai zat kimia maupun metode pemurniannya. Sebagian besar kata untuk menunjukkan zat dan bejana-bejana kimia yang belakangan menjadi bahasa orang-orang Eropa berasal dari karya-karyanya. Sementara itu, al-Bīrūnī mengukur sendiri gaya berat khusus dari beberapa zat yang mencapai ketepatan tinggi.
Dalam bidang botani, zoologi, mineralogi, karya orang Arab mencakup gambaran dan daftar berbagai macam tanaman, binatang, dan batuan. Beberapa di antaranya memiliki kegunaan praktis, yakni ketika karya tersebut dihubungkan dengan bidang farmakologi dan perawatan medis.
Selain disiplin-disiplin ilmu di atas, sebagian umat Islam juga menekuni logika dan filsafat. Sebut saja al-Kindī, al-Fārābī (w. 950 M), Ibn Sīnā atau Avicenna (w. 1037 M), al-Ghazālī (w. 1111 M), Ibn Bājah atau Avempace (w. 1138 M), Ibn Ṭufayl atau Abubacer (w. 1185 M), dan Ibn Rushd atau Averroes (w. 1198 M). Menurut Felix Klein-Franke, al-Kindī berjasa membuat filsafat dan ilmu Yunani dapat diakses dan membangun fondasi filsafat dalam Islam dari sumber-sumber yang jarang dan sulit, yang sebagian di antaranya kemudian diteruskan dan dikembangkan oleh al-Fārābī. Al-Kindī sangat ingin memperkenalkan filsafat dan sains Yunani kepada sesama pemakai bahasa Arab, seperti yang sering dia tandaskan, dan menentang para teolog ortodoks yang menolak pengetahuan asing. Menurut Betrand Russell, Ibn Rushd lebih terkenal dalam filsafat Kristen daripada filsafat Islam. Dalam filsafat Islam dia sudah berakhir, dalam filsafat Kristen dia baru lahir. Pengaruhnya di Eropa sangat besar, bukan hanya terhadap para skolastik, tetapi juga pada sebagian besar pemikir-pemikir bebas non-profesional, yang menentang keabadian dan disebut Averroists. Di Kalangan filosof profesional, para pengagumnya pertama-tama adalah dari kalangan Franciscan dan di Universitas Paris. Rasionalisme Ibn Rushd inilah yang mengilhami orang Barat pada abad pertengahan dan mulai membangun kembali peradaban mereka yang sudah terpuruk berabad-abad lamanya yang terwujud dengan lahirnya zaman pencerahan atau renaisans.
Uraian diatas menjelaskan bahwa ada sinergi yang baik antara filsafat yunani dengan kemajuan Ilmu pengetahuan di masyarakat Islam, karena perkembangan keilmuan dalam peradaban Islam berjalan cepat seiring dengan pengkajian, pengembangan serta kritik (antithesis) atas beberapa pemikiran yang muncul dalam khazanah keilmuan zaman yunani kuno, terutama kefilsafatan. Perkembangan ilmu pengetahuan itulah yang telah mengantarkan Islam sebagai mercusuar peradaban modern di abad pertengahan, mengalahkan kemilau peradaban eropa dan barat yang pada masa itu mengalami kegelapan (the dark middle age).
Meskipun demikian, tidak berarti bahwa perkembangan dan karenanya produk ilmiah pada peradaban Islam hanyalah jiplakan dari apa yang telah dihasilkan oleh para pemikir yunani, karena sebagaimana diulas diatas bahwa keilmuan yang muncul pada masa Islam banyak yang hadir sebagai produk original dari seorang ahli berdasarkan penelitian yang dilakukannya, semacam karya Ibnu Sina dan Abu Al-Qasm Al Zahrawi yang hingga kini hasil karyanya menjadi rujukan primer dalam bidang kedokeran. Disamping itu juga perlu diingat, bahwa Islam diberkahi manuskrip suci yakni Al-Qur’an yang didalamnya terkandung segala macam rahasia kehidupan, yang dari sanalah kemudian para pemikir Islam mencoba menggali rahasia alam semesta ini, dan adapun temuan pemikiran yunani (filosof) pada masa itu lebih digunakan sebagai sandaran metodik guna menggali apa yang tersimpan dalam Qur’an. Oleh karenanya dalam hazanah peradaban Islam dikenal ada beragam keilmuan yang pada peradaban lain tidak dijumpai, dan perlu diperhatikan juga pengaruh kefilsafatan zaman yunani dalam beberapa “ilmu alat” yang diyakini kegunaannya bagi penelitian dalam keilmuan Islam.

d. Ilmu Pengetahuan Zaman Renaisans dan Modern


Para sejarahwan biasanya menggunakan istilah renaisans untuk menunjuk berbagai periode kebangkitan intelektual, khususnya di Eropa, dan lebih khusus lagi di Italia sepanjang abad ke-15 dan ke-16. Agak sulit menentukan garis batas yang jelas antara abad pertengahan, zaman renaisans, dan zaman modern. Bisa dikatakan abad pertengahan berakhir tatkala datangnya zaman renaisans. Sebagian orang menganggap bahwa zaman modern hanyalah perluasan dari zaman renaisans. Renaisans adalah periode perkembangan peradaban yang terletak di ujung atau sesudah abad kegelapan sampai muncul abad modern. Renaisans merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Ciri utama renaisans yaitu humanisme, individualisme, sekulerisme, empirisisme, dan rasionalisme. Sains berkembang karena semangat dan hasil empirisisme, sementara Kristen semakin ditinggalkan karena semangat humanisme.
Tokoh penemu di bidang sains pada masa renaisans (abad 15-16 M): Nicolaus Copernicus (1473-1543 M), Johanes Kepler (1571-1630 M), Galileo Galilei (1564-1643 M), dan Francis Bacon (1561-1626 M). Copernicus menemukan teori heliosentrisme, yaitu matahari adalah pusat jagad raya, bukan bumi sebagaimana teori geosentrisme yang dikemukakan oleh Ptolomeus (127-151). Menurutnya, bumi memiliki dua macam gerak, yaitu perputaran sehari-hari pada porosnya dan gerak tahunan mengelilingi matahari. Teori ini melahirkan revolusi pemikiran tentang alam semesta, terutama astronomi. Kepler adalah ahli astronomi Jerman yang terpengaruh ajaran Copernicus. Dialah yang menemukan bahwa orbit planet berbentuk elips; bahwa planet bergerak cepat bila berada di dekat matahari dan lambat bila jauh darinya. Galileo adalah ahli astronomi Italia yang melakukan pengamatan teleskopik dan mengukuhkan gagasan Copernicus bahwa tata surya berpusat pada matahari. Inkuisi takut akan penemuannya dan memaksanya meninggalkan studi astronominya. Dia juga berjasa dalam menetapkan hukum lintasan peluru, gerak, dan percepatan. Dialah penemu planet Jupiter yang dikelilingi oleh empat buah bulan.
Selanjutnya tokoh penemu di bidang sains pada zaman modern (abad 17-19 M): Sir Isaac Newton (1643-1727 M), Leibniz (1646-1716 M), Joseph Black (1728-1799 M), Joseph Prestley (1733-1804 M), Antonie Laurent Lavoiser (1743-1794 M), dan J.J. Thompson. Newton adalah penemu teori gravitasi, perhitungan calculus, dan optika yang mendasari ilmu alam. Pada masa Newton, ilmu yang berkembang adalah matematika, fisika, dan astronomi. Pada periode selanjutnya ilmu kimia menjadi kajian yang amat menarik. Black adalah pelopor dalam pemeriksaan kualitatif dan penemu gas CO2. Prestley menemukan sembilan macam hawa No dan oksigen yang antara lain dapat dihasilkan oleh tanaman. Lavoiser adalah peletak dasar ilmu kimia sebagaimana kita kenal sekarang. J.J. Thompson menemukan elektron. Dengan penemuannya ini, maka runtuhlah anggapan bahwa atom adalah bahan terkecil dan mulailah ilmu baru dalam kerangka kimia-fisika yaitu fisika nuklir. Perkembangan ilmu pada abad ke-18 telah melahirkan ilmu seperti taksonomi, ekonomi, kalkulus, dan statistika, sementara pada abad ke-19 lahirlah pharmakologi, geofisika, geomophologi, palaentologi, arkeologi, dan sosiologi. Pada tahap selanjutnya, ilmu-ilmu zaman modern memengaruhi perkembangan ilmu zaman kontemporer.

e. Ilmu Pengetahuan Zaman Kontemporer

Perbedaan antara zaman modern dengan zaman kontemporer yaitu zaman modern adalah era perkembangan ilmu yang berawal sejak sekitar abad ke-15, sedangkan zaman kontemporer adalah era perkembangan terakhir yang terjadi hingga sekarang. Perkembangan ilmu di zaman ini meliputi hampir seluruh bidang ilmu dan teknologi, ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, antropologi, psikologi, ekonomi, hukum, dan politik serta ilmu-ilmu eksakta seperti fisika, kimia, dan biologi serta aplikasi-aplikasinya di bidang teknologi rekayasa genetika, informasi, dan komunikasi. Zaman kontemporer identik dengan rekonstruksi, dekonstruksi, dan inovasi-inovasi teknologi di berbagai bidang.
Sasaran rekonstruksi dan dekonstruksi biasanya teori-teori ilmu sosial, eksakta, dan filsafat yang ada sudah ada sebelumnya, sementara inovasi-inovasi teknologi semakin hari semakin cepat seperti yang kita saksikan dan nikmati sekarang ini. Teknologi merupakan buah dari perkembangan ilmu pengetahuan yang dikembangkan dari generasi ke generasi. Komputer merupakan hasil pengembangan dari perkembangan listrik (elektronika) yang pada awal penemuannya oleh Faraday belum diketahui kegunaannya. Penemuan bola lampu oleh Edison disusul oleh penemuan radio, televisi, dan komputer.[35] Dari komputer berkembang ke PC (private computer), lap top, dan terakhir simuter yaitu komputer jenis PDA (personal digital assistans).[36] Semua contoh ini merupakan bukti bahwa penemuan teknologi sebagai buah perkembangan ilmu masih berkaitan dengan penemuan-penemuan sebelumnya yang kemudian dikembangkan dengan ukuran fisik yang semakin kecil, tetapi memiliki beragam keunggulan yang lebih besar.
Salah satu hasil teknologi yang menakjubkan dan kontroversial adalah teknologi rekayasa genetika yang berupa teknologi kloning. Dr. Gurdon dari Universitas Cambridge adalah orang pertama yang melakukan teknologi ini pada tahun 1961. Gurdon berhasil memanipulasi telur-telur katak sehingga tumbuh menjadi kecebong kloning. Pada tahun 1993, Dr. Jerry Hall berhasil mengkloning embrio manusia dengan teknik pembelahan. Pada tahun 1997, Dr. Ian Wilmut berhasil melakukan kloning mamalia pertama dengan kelahiran domba yang diberi nama Dolly. Pada tahun yang sama lahir lembu kloning pertama yang diberi mana Gene. Pada tahun 1998, para peneliti di Universitas Hawai yang dipimpin oleh Dr. Teruhiko Wakayama berhasil melakukan kloning terhadap tikus hingga lebih dari lima generasi. Pada tahun 2000, Prof. Gerald Schatten berhasil membuat kera kloning yang diberi nama Tetra. Setelah berbagai keberhasilan teknik kloning yang pernah dilakukan, para ahli malah lebih berencana menerapkan teknik kloning pada manusia.

Senin, 25 April 2011

COMING SOON

Mengenal Hukum Administratif Belanda

Penelitian ini memfokuskan perhatian pada hukum administrasi belanda. hukum administrasi biasanya sebagai perpanjangan atau elaborasi dari hukum tata negara. Perbedaan yang terdapat diantara hukum administrasi (pemerintahan) dan hukum tata negara bukanlah satu hal yang tajam. Perbedaan tersebut hanya menyebutkan bahwa, hukum tata negara itu bersangkutan antara lain dengan penentuan dimana kekuasaan pemerintahan itu terdapat (diletakkan) dalam sistem ketatanegaraan Belanda: baik diletakkan pada Pemerintah (pusat), provinsi dan/atau kota, dan sebagainya. Di sisi lain, hukum administrasi terutama berkaitan dengan penggunaan kekuasaan tersebut (law in action): hubungan antara orang-orang (termasuk badan hukum) dengan pemerintahan. Gambaran perbedaan lain yang dapat dikemukakan adalah, bahwa hukum tata negara mengatur tentang tatanan kekuasaan pengadilan, sedangkan hukum administrasi menawarkan perlindungan hukum yang nyata ketika pemegang kekuasaan dalam mengelola kekuasannya melampaui batasan kewenangan konstitusional mereka.
Hukum administrasi saat ini menjadi bidang hukum dan karenanya menjadi kajian keilmuan hukum terbesar di banyak negara, yang oleh karenanya masuk akal untuk membedakan antara bidang umum dan bidang spesifik (khusus) hukum administrasi. Bidang kajian hukum administrasi spesifik (khusus) tersebut terdiri dari norma dan/atau aturan hukum administrasi yang terdapat dalam berbagai bidang seperti kajian hukum perencanaan kota dan negara, perumahan rakyat, lingkungan, perencanaan ekonomi, kesehatan masyarakat dan sebagainya.
Hukum administrasi umum berkaitan dengan norma-norma hukum umum (misalnya tugas pelayanan) dimana otoritas pemerintahan harus menghormatinya (tunduk dan melaksanakan). mereka juga harus dihormati dalam kerangka mempersiapkan atau melaksanakan keputusan dalam bidang tertentu dari hukum administrasi. Hukum administrasi umum mengalami perubahan yang signifikan di Belanda. Legislatif saat ini disibukkan dengan pembangunan (pengembangan) dari UU hukum umum administrasi yang dibuat tahun 1994 (Algemene recht basah bestuurs 1994), di mana ada beberapa bagian penting dari hukum administrasi umum ini terkandung.
Tujuan pertama AWB adalah untuk menyatukan undang-undang dalam bidang hukum administrasi. dalam dekade sebelumnya beberapa undang-undang yang disahkan mengatur subyek pemerintahan tertentu (secara terpisah-pisah/parsial), seperti perencanaan kota dan negara, kesehatan masyarakat, pendidikan, jaminan sosial, perumahan rakyat, lingkungan, dan sebagainya. Dalam undang-undang tersebut seseorang dapat menemukan berbagai macam solusi untuk masalah yang sebanding (hampir berkesamaan antar perundangan), seperti misalnya batas waktu pemberitahuan keberatan, yang berkisar antara dua minggu sampai tiga bulan tergantung pada undang-undang yang berlaku pada perkara yang dihadapi. Disana tidak ada terdapat jalinan koordinasi (singkronisasi-harmonisasi) antara undang-undang satu dengan lainnya. Hal itu menjadikan tidak selalu jelasnya bagi tiap-tiap orang tentang apa yang harus mereka lakukan (terutama jika terdapat konflik norma antar perundangan pada satu kasus yang dihadapi). Berkaca pada permasalahan dan pengalaman yang dihadapi selama ini, sekarang AWB menetapkan batas waktu enam minggu untuk semua pemberitahuan keberatan (bagian 6:07 AWB).
Tujuan lain dari penyusunan AWB adalah untuk menyusun perkembangan kasus hukum. pengenalan AWB menandai akhir sebuah era di mana pembangunan hukum administrasi umum ini utamanya diserahkan kepada pengadilan. Dalam periode sebelum adanya AWB, yang berlangsung sekitar 50 tahun, pengadilan memaksa otoritas pemerintahan untuk mengikuti secara lebih ketat norma-norma dan prinsip-prinsip hukum yang semakin banyak. AWB mengkodifikasikan isi (substansi) norma-norma hukum administrasi dan juga sejumlah prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik.
Dalam AWB, poin utama (fokus) dari sistem perlindungan hukum juga ditata. Penataan system perlindungan hukum tersebut menjelaskan betapa warga negara (atau pejabat pemerintahan) dapat mempersengketakan keputusan dari pemerintahan yang berwenang ketika mereka berada dalam ketidaksepakatan dengan keputusan tersebut. tindakan ini tidak hanya memiliki arti penting bagi para praktisi hukum pemerintahan, juga memberi alat yang penting bagi mahasiswa (asing) yang ingin bekerja pada bidang hukum.
Dalam buku ini kita terutama berurusan dengan hukum pemerintahan umum, dan karena itu AWB. kita hanya akan membahas secara singkat pada ranah hukum administrasi spesifik, hal ini utamanya satu wilayah untuk para spesialis.
AWB belum dapat dikatana lengkap, meskipun bagian terbesar dari tindakan pemerintahan umum telah diatur didalamya; dua masukan (tambahan klausul/norma) pertama diselesaikan pada tahun 1994, dan yang ketiga dikeluarkan pada tahun 1998. pengenalan ini didasarkan pada bagian yang telah diselesaikan. Kedepa, akan ada lebih dari beberapa subjek yang diatur, seperti peraturan umum untuk menangani keluhan warga oleh penguasa umum yang baru dibuat di bagian sembilan dari AWB.

Sistem dari AWB
Struktur dari AWB bersifat piramida, seperti yang juga digunakan dalam kode sipil belanda 1992. Undang-undang itu bekerja dari umum ke subyek tertentu (spesifik). misalnya, bagian pertama berisi definisi umum yang juga berlaku untuk topik berikutnya yang lebih spesifik (kecuali secara jelas dinyatakan sebaliknya di bagian akhir).
Struktur yang bersifat piramida tersebut tidak hanya berlaku pada bagaimana bagian-bagian berhubungan satu sama lain, tapi juga tampak jelas di hampir semua bagian. Bab-bab sebelumnya juga berlaku untuk bab-bab berikutnya. Kita harus menyadari bahwa definisi juga dapat berpengaruh pada bagian-bagian sebelumnya.
Kita bisa menggambarkan organisasi yang berstruktur piramida tersebut dengan bantuan sebuah contoh konkret. Salah satu Bagian dari AWB mendefinisikan sejumlah konsep utama. misalnya, bagian 1.3. mendefinisikan "keputusan" dan "penerapan". Keputusan adalah suatu perintah yang tidak bersifat umum dan aplikasi adalah permintaan oleh pihak yang berkepentingan atas perintah. Bagian empat berfokus pada bagaimana mempersiapkan keputusan. Tetapi pada prinsipnya definisi bagian kedua yang juga relevan, jika ada orang yang mengajukan keputusan sangat menginginkan, ia dapat (sesuai dengan pasal 2:1) dibantu dalam berurusan dengan pemerintahan yg berwenang oleh orang lain (seperti seorang pengacara atau kenalan dengan pengetahuan hukum). Bagian tiga yang berjudul Ketentuan Umum Tentang Perintah, juga sangat penting, sebagai contoh, Bab 3.2 (tugas tugas pelayanan dan menimbang kepentingan) dan 3,6 (publikasi dan pemberitahuan). Bagian empat berisi ketentuan yang lebih rinci tentang cara membuat perintah, dan pada bagian sebelumnya yang berkaitan dengan aturan yang lebih umum.
Sebaliknya, bagian berikut tidak sebagaimana peraturan yang diterapkan sebelumnya. Bab 4.1.3 ini berisi ketentuan yang berkaitang dengan jangka waktu pengambilan keputusan yang hanya dapat diterapkan untuk bagian empat decision (keputusan). ketentuan ini tidak secara otomatis berlaku untuk bagian tiga perintah (orders), yang bukan keputusan. Hal yang sama juga berlaku untuk kewajiban memberikan alasan (yang mengharuskan bahwa kewenangan yang dimiliki menjelaskan pada apakah alasan keputusan tersebut didasarkan) dalam bab 4.1.4. Kami menarik kesimpulan dari sistem piramida bahwa ketentuan bagian empat tidak secara otomatis berlaku untuk pembuatan peraturan umum yang mengikat, seperti peraturan pidana kota.
Bagian 7:14 dan 7:27 dari AWB adalah contoh dari definisi dimana pengecualian tersebut dibuat dengan efek piramida dari undang-undang. Pada prinsipnya definisi dari bagian satu sampai dengan dan termasuk bagian empat dari AWB juga harus diterapkan pada bagian tujuh (Ketentuan khusus tentang keberatan dan banding administratif), tetapi definisi yang disebutkan di atas sebagian besar tidak termasuk efek dari bagian tiga dan empat.

Tipe dan Aturan Dalam AWB
AWB mengandung empat tipe norma: Norma Wajib (mandatari norms), Norma sebagai aturan dasar (norms as basic rules), Norma tambahan atau pelengkap (supplementary norms) dan norma pilihan (optional norms).

Norma Wajib (mandatari norms)
Merupakan aturan tertinggi dalam AWB yakni aturan yang berlaku ke seluruh tubuh dari hukum administrasi. Kedudukannya tersebut tidak memungkinkan untuk adanya penyimpangan dari norma-norma tersebut dalam merumuskan undang-undang khusus. Sebagai contoh, berdasarkan bagian 3:3 dari AWB pemerintah yang berwenang tidak boleh menggunakan kekuasaannya untuk membuat perintah untuk tujuan apapun selain atas kekuasaan yang diberikan. Ini disebut sebagai prinsip melarang penyalahgunaan kekuasaan (principle against misuse of power), atau yang sering dikenal dalam istilah perancis dengan detournement de pouvoir. Contoh lainnya adalah di bagian 2:4 dari AWB, yang menyatakan bahwa pemerintah yang berwenang melaksanakan tugasnya tanpa tindakan yang merugikan.
Terdapat norma-norma dalam AWB yang hanyalah sebagai kewajiban sepertihalnya yang telah disebutkan sebelumnya dengan detournement de pouvoir, yang namun, (kemudian) tindakan parlemen membuat pengecualian. Sebagai contoh dalam bagian 7:2 dari AWB, dimana penguasa pemerintahan diharuskan untuk mendengar pihak yang berkepentingan jika mereka mendaftarkan keberatan (atau banding pada bagian 7:16 dari AWB). namun karena pertimbangan anggaran, kadang-kadang dianjurkan untuk menyimpang dari kewajiban ini. Semisal yang dilakukan dengan keberatan terhadap UU Perpajakan Umum dan Undang-Undang Bantuan Keuangan Siswa. Dalam hal banding, dengar pendapat tidak dituntut oleh UU tentang Kewenangan Penegakan Pelanggaran Lalu Lintas. Jaksa penuntut umum tidak diwajibkan untuk mendengar keluhan seseorang yang pergi kepadanya dengan permohonan banding atas dikenakannya denda administrasi yang tercakup oleh UU ini. Dengar pendapat hanya penting jika para pihak terkait benar-benar secara tegas melaporkan bahwa dia ingin didengar.
Norma kewenangan lainnya adalah batas waktu untuk keberatan dan banding, terlepas dari jenis banding administrasinya (pasal 6:7 dari AWB). Batas waktu untuk keberatan dan banding ini dari definisinya enam minggu setelah hari di mana keputusan itu diumumkan dengan cara yang telah ditentukan. Meskipun ini adalah norma wajib, namun kemudian tindakan dari parlemen melenceng dari standar tersebut. misalnya, dalam UU orang asing, batas waktu ini hanya empat minggu. Dalam UU pencegahan penyebaran penyakit menular, pasal 4 bagian 6 dari Undang-undang secara tegas menyatakan bahwa bagian enam dan tujuh dari AWB sama sekali tidak berlaku.

Norma Sebagai Aturan Dasar.
Terdapat juga norma-norma dalam AWB yang menyajikan aturan yang berlaku, tetapi diri mereka memberi ruang lingkup untuk adanya penyimpangan dari apa yang mereka atur dengan formula seperti "kecuali jika tidak ditetapkan oleh peraturan hukum (lain)" atau dengan asumsi bahwa hal itu tidak dinyatakan (ditetapkan) dengan peraturan hukum (lain)". Formula ini memungkinkan (berbeda dengan norma wajib), bagi pembuat peraturan yang secara hierarkis lebih rendah untuk menyimpang dari norma-norma tersebut melalui peraturan provinsi atau kota. Tentunya, aturan kebijakan mungkin tidak menyimpanginya karena mereka tidak dianggap sebagai peraturan yang sah (diluar hierarkhi perundangan).
Sebagai contoh adalah pasal 4:1 dari AWB, yang mengharuskan permohonan untuk suatu keputusan harus diajukan secara tertulis kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. Aturan khusus tidak perlu untuk menunjukkan mengapa metode lain untuk pengajuan permohonan sebuah keputusan dipilih.

Aturan Tambahan.
Kategori ketiga ini berkaitan dengan norma-norma dalam AWB terkait tambahan aturan khusus yang menyisakan materi pokok yang tidak diatur. Aturan pelengkap dalam AWB pasal 4:13 dan yang menyertainya Pasal 4:14. Definisinya terkait dengan batas waktu untuk sebuah perancangan subsidi menetapkan bahwa setelah pengajuan permohonan, pejabat berwenang memberikan sebuah keputusan, tetapi tidak menentukan batas waktunya. Dalam kasus seperti itu, kewenangan administratif harus membuat sebuah keputusan dalam jangka waktu yang wajar. Pasal 4:14 berikutnya menyatakan bahwa jika sebuah keputusan tidak dibuat dalam delapan minggu, otoritas pemerintahan harus memberitahukan pemohon dalam batas waktu mana diterima dan pasti akan membuat sebuah keputusan.

Norma Pilihan
Akhirnya, undang-undang juga mengandung norma pilihan. Kedua prosedur persiapan yang diatur dalam bab 3:4 dan 3:5 hanya berlaku, misalnya, jika disediakan oleh aturan hukum yang lain atau dinyatakan secara tegas ditetapkan oleh otoritas pemerintahan. AWB ini tidak secara otoritatif menunjukkan bahwa suatu proses (perkara) harus ditindaklanjuti dengan penghormatan terhadap ruang partisipasi pada saat mempersiapkan sebuah keputusan. Pemerintah atau juga pembuat aturan yang relevan dapat memilih sendiri dan hanya harus menjelaskan mengapa 3:4 atau 3:5 berlaku kepada suatu pengambilan keputusan atau perkara.
Catatan Penulis : InsyaAllah dalam tempo yang tidak terlalu lama, akan kami terbitkan buku tersebut, yang merupakan bentuk alih bahasa dari karya JG Brouwer dan AE. Schilder.