Sabtu, 09 April 2011

Bersyukurlah !!!

"مَّا يَفْعَلُ ٱللَّهُ بِعَذَابِكُمْ إِن شَكَرْتُمْ وَءَامَنتُمْ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ شَاكِرًا عَلِيمًۭا =>

Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui." (QS. AN NISAA':147)

Terjemahan elektronik tersebut perlu kami ralat dengan merujuk pada beberapa tafsir dan terjemah. hal itu diperlukan karena jika tekstualitas qur'an diartikan semacam itu, maka akan terjadi fallacy dan kesesatan pikir dalam memaknai nilai dan pesan moral yang terkandung didalamnya.

dalam tafsir Al-Furqon, An-Nisa' ayat 147 tersebt diterjemahkan sebagai berikut :"Bukankah Allah tidak akan mengadzab kamu, jika kamu syukur dan beriman? karena Allah itu pembalas terimakasih, pengetahui".

Makna yang terkandung dalam ayat tersebut pada dasarnya mengetengahkan penegasan sekaligus janji Allah bahwasannya Allah itu senantiasa mengawasi keberadaan hamba-hambanya dengan segala tingkah dan amal perbuatannya. Dia berkuasa atas diri manusia dan karenanya mengetahui apa yang ditampakkan ataupun yang tersimpan dalam diri manusia (keimanan dalam hati) yang kepadanya (keimanan dalam hati dan amal lahiriah) itulah kemudian Allah akan menilai dan memberikan pembalasan yang pantas dan berkesesuaian.

Allah ingin menegaskan janjinya kepada kita, bahwa Allah tidak akan pernah mengadzab hambaNya yang pada dirinya tersematkan keimanan yang sesungguhnya dan rasa syukur yang sungguh atas segala ni'mat pemberian-Nya. mushibah, Rasa sakit atau penderitaan duniawiyah yang diterima oleh seorang hamba yang taat dan beriman bukanlah bentuk adzab kemurkaan Allah, melainkan ujian keimanan yang diberikan olehNya untuk menguji kualitas keimanan hambaNya sekaligus untuk mengangkat derajad hambaNya tersebut ketempat yang lebih tinggi di sisiNya.

Kualitas keimanan seseorang dihadapan Allah dilihat dari sikap diri orang tersebut manakala menghadapi ujian dari Allah. Bagi mereka yang imannya sungguhan, maka lidahnya akan mengucap Inna lillahi wa Inna ilaihi roji'un, yang disertai dengan kepasrahan sejati pada Allah atas kebaikan yang akan diterimanya dari mushibah tersebut, karena mereka yang beriman akan selalu optimistis terhadap masa depannya dan merespon mushibah itu dengan usaha optimal, buah dari keyakinannya pada Allah bahwa apa yang diterimanya pastilah yang terbaik untuknya, dan masa depan cerah pasti mengiringi derita hari ini.

Kondisi tersebut tentunya tidak akan terjadi pada mereka yang didalam dirinya tipis keimanan dan rasa syukur atas hidupnya. Musibah yang diberikan pada Allah akan terasa neraka dan bencana dalam hidup yang menjadi tanda ketidak adilan Tuhan dan alam kepadanya. Mereka ini akan senantiasa menghardik keberadaan lingkungan dan Allah yang dianggap tidak adil kepadanya, dan pada batas tertentu orang semacam ini akan menghardik dirinya sendiri atas kebodohannya. Respon manusia jenis ini selalu pesimis dalam menjalani hidup dan ujian kehidupannya, yang tak jarang berakhir pada tindakan keji baik berupa bunuh diri, menyakiti orang lain dsb.

Indonseia akhir-akhir ini begitu rawan bencana, baik dari alam maupun dari kreasi tangan manusia. Longsor wasior belum lama usai dan masih meyisakan permasalahan pelik tentang rekonstruksi pasca longsor kini sudah menghampiri lagi bencana gunung merapi di sleman dan tsunami di mentawai, yang pastinya menjadikan wajah negara ini kian muram. Bagi saya saat ini bukan lagi saatnya untuk terus mempertanyakan apakah ini adzab atau ujian keimanan, karena bagi saya yang percaya bahwa negara ini didirikan atas dasar Ketuhanan yang Esa dan mengharuskan warga negaranya untuk beragama (malah mayoritas muslim) tentunya mayoritas beragama dengan baik. Bagi saya ini adalah bentuk ujian keimanan dari Allah kepada kita, apakah keimanan kita ini sungguhan ataukan bohong-bohongan. kalau sungguhan, maka respon kita tentunya sebagaimana diatas, yakni bersikap optimis melihat masa depan, bekerja optimal dan saling bahu membahu menyelesaikan tumpukan masalah yang saat ini menghadang kesuksesan masa depan kita.

Respon kita atas musibah itulah sesungguhnya penentu kapasitas dan kapabilitas kita sebagai hamba. saran saya, mari kita bekerjasama bahu membahu meringankan beban saudara kita yang sedang berkesusahan, jangan berpangku tangan dan saling menyalahkan, karena amat sangat tidak produktif kalau sesama orang susah saling menyalahkan. saya bilang sesama orang susah, karena dalam situasi seperti saat ini baik rakyat maupun pemerintah tidak ada yang bisa tersenyum bahagia. Yakinlah bahwa sebobrok-bobroknya penguasa saat ini, mereka masih punya nurani dan takut dikenang gagal, yang setidaknya karena rasa takut itulah mereka pastinya sedang bingung putar otak dan kuras tenaga untuk atas masalah yang ada. Ayo saling mengerti, karena bangsa dan negara ini ada dulu adalah karena adanya saling pengertian dihati dan pikiran mereka yang berjuang memerdekakan dan membangunnya.

Semoga sebagai sebuah bangsa yang besar kita bisa memperlihatkan kebesaran hati dan jiwa kita untuk bisa melewati ujian ini dengan baik dan lulus menjadi hamba Allah yang bersyukur, karena kalau kita tidak bisa melalui ujian ini dengan baik, maka keterpurukan bangsa ini akan semakin dalam. Takutnya kalau terlalu dalam akan sulit melihat kebngkitan Indonesia di penghujung usia bumi ini kelak.

wallahu a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar