Senin, 25 April 2011

COMING SOON

Mengenal Hukum Administratif Belanda

Penelitian ini memfokuskan perhatian pada hukum administrasi belanda. hukum administrasi biasanya sebagai perpanjangan atau elaborasi dari hukum tata negara. Perbedaan yang terdapat diantara hukum administrasi (pemerintahan) dan hukum tata negara bukanlah satu hal yang tajam. Perbedaan tersebut hanya menyebutkan bahwa, hukum tata negara itu bersangkutan antara lain dengan penentuan dimana kekuasaan pemerintahan itu terdapat (diletakkan) dalam sistem ketatanegaraan Belanda: baik diletakkan pada Pemerintah (pusat), provinsi dan/atau kota, dan sebagainya. Di sisi lain, hukum administrasi terutama berkaitan dengan penggunaan kekuasaan tersebut (law in action): hubungan antara orang-orang (termasuk badan hukum) dengan pemerintahan. Gambaran perbedaan lain yang dapat dikemukakan adalah, bahwa hukum tata negara mengatur tentang tatanan kekuasaan pengadilan, sedangkan hukum administrasi menawarkan perlindungan hukum yang nyata ketika pemegang kekuasaan dalam mengelola kekuasannya melampaui batasan kewenangan konstitusional mereka.
Hukum administrasi saat ini menjadi bidang hukum dan karenanya menjadi kajian keilmuan hukum terbesar di banyak negara, yang oleh karenanya masuk akal untuk membedakan antara bidang umum dan bidang spesifik (khusus) hukum administrasi. Bidang kajian hukum administrasi spesifik (khusus) tersebut terdiri dari norma dan/atau aturan hukum administrasi yang terdapat dalam berbagai bidang seperti kajian hukum perencanaan kota dan negara, perumahan rakyat, lingkungan, perencanaan ekonomi, kesehatan masyarakat dan sebagainya.
Hukum administrasi umum berkaitan dengan norma-norma hukum umum (misalnya tugas pelayanan) dimana otoritas pemerintahan harus menghormatinya (tunduk dan melaksanakan). mereka juga harus dihormati dalam kerangka mempersiapkan atau melaksanakan keputusan dalam bidang tertentu dari hukum administrasi. Hukum administrasi umum mengalami perubahan yang signifikan di Belanda. Legislatif saat ini disibukkan dengan pembangunan (pengembangan) dari UU hukum umum administrasi yang dibuat tahun 1994 (Algemene recht basah bestuurs 1994), di mana ada beberapa bagian penting dari hukum administrasi umum ini terkandung.
Tujuan pertama AWB adalah untuk menyatukan undang-undang dalam bidang hukum administrasi. dalam dekade sebelumnya beberapa undang-undang yang disahkan mengatur subyek pemerintahan tertentu (secara terpisah-pisah/parsial), seperti perencanaan kota dan negara, kesehatan masyarakat, pendidikan, jaminan sosial, perumahan rakyat, lingkungan, dan sebagainya. Dalam undang-undang tersebut seseorang dapat menemukan berbagai macam solusi untuk masalah yang sebanding (hampir berkesamaan antar perundangan), seperti misalnya batas waktu pemberitahuan keberatan, yang berkisar antara dua minggu sampai tiga bulan tergantung pada undang-undang yang berlaku pada perkara yang dihadapi. Disana tidak ada terdapat jalinan koordinasi (singkronisasi-harmonisasi) antara undang-undang satu dengan lainnya. Hal itu menjadikan tidak selalu jelasnya bagi tiap-tiap orang tentang apa yang harus mereka lakukan (terutama jika terdapat konflik norma antar perundangan pada satu kasus yang dihadapi). Berkaca pada permasalahan dan pengalaman yang dihadapi selama ini, sekarang AWB menetapkan batas waktu enam minggu untuk semua pemberitahuan keberatan (bagian 6:07 AWB).
Tujuan lain dari penyusunan AWB adalah untuk menyusun perkembangan kasus hukum. pengenalan AWB menandai akhir sebuah era di mana pembangunan hukum administrasi umum ini utamanya diserahkan kepada pengadilan. Dalam periode sebelum adanya AWB, yang berlangsung sekitar 50 tahun, pengadilan memaksa otoritas pemerintahan untuk mengikuti secara lebih ketat norma-norma dan prinsip-prinsip hukum yang semakin banyak. AWB mengkodifikasikan isi (substansi) norma-norma hukum administrasi dan juga sejumlah prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik.
Dalam AWB, poin utama (fokus) dari sistem perlindungan hukum juga ditata. Penataan system perlindungan hukum tersebut menjelaskan betapa warga negara (atau pejabat pemerintahan) dapat mempersengketakan keputusan dari pemerintahan yang berwenang ketika mereka berada dalam ketidaksepakatan dengan keputusan tersebut. tindakan ini tidak hanya memiliki arti penting bagi para praktisi hukum pemerintahan, juga memberi alat yang penting bagi mahasiswa (asing) yang ingin bekerja pada bidang hukum.
Dalam buku ini kita terutama berurusan dengan hukum pemerintahan umum, dan karena itu AWB. kita hanya akan membahas secara singkat pada ranah hukum administrasi spesifik, hal ini utamanya satu wilayah untuk para spesialis.
AWB belum dapat dikatana lengkap, meskipun bagian terbesar dari tindakan pemerintahan umum telah diatur didalamya; dua masukan (tambahan klausul/norma) pertama diselesaikan pada tahun 1994, dan yang ketiga dikeluarkan pada tahun 1998. pengenalan ini didasarkan pada bagian yang telah diselesaikan. Kedepa, akan ada lebih dari beberapa subjek yang diatur, seperti peraturan umum untuk menangani keluhan warga oleh penguasa umum yang baru dibuat di bagian sembilan dari AWB.

Sistem dari AWB
Struktur dari AWB bersifat piramida, seperti yang juga digunakan dalam kode sipil belanda 1992. Undang-undang itu bekerja dari umum ke subyek tertentu (spesifik). misalnya, bagian pertama berisi definisi umum yang juga berlaku untuk topik berikutnya yang lebih spesifik (kecuali secara jelas dinyatakan sebaliknya di bagian akhir).
Struktur yang bersifat piramida tersebut tidak hanya berlaku pada bagaimana bagian-bagian berhubungan satu sama lain, tapi juga tampak jelas di hampir semua bagian. Bab-bab sebelumnya juga berlaku untuk bab-bab berikutnya. Kita harus menyadari bahwa definisi juga dapat berpengaruh pada bagian-bagian sebelumnya.
Kita bisa menggambarkan organisasi yang berstruktur piramida tersebut dengan bantuan sebuah contoh konkret. Salah satu Bagian dari AWB mendefinisikan sejumlah konsep utama. misalnya, bagian 1.3. mendefinisikan "keputusan" dan "penerapan". Keputusan adalah suatu perintah yang tidak bersifat umum dan aplikasi adalah permintaan oleh pihak yang berkepentingan atas perintah. Bagian empat berfokus pada bagaimana mempersiapkan keputusan. Tetapi pada prinsipnya definisi bagian kedua yang juga relevan, jika ada orang yang mengajukan keputusan sangat menginginkan, ia dapat (sesuai dengan pasal 2:1) dibantu dalam berurusan dengan pemerintahan yg berwenang oleh orang lain (seperti seorang pengacara atau kenalan dengan pengetahuan hukum). Bagian tiga yang berjudul Ketentuan Umum Tentang Perintah, juga sangat penting, sebagai contoh, Bab 3.2 (tugas tugas pelayanan dan menimbang kepentingan) dan 3,6 (publikasi dan pemberitahuan). Bagian empat berisi ketentuan yang lebih rinci tentang cara membuat perintah, dan pada bagian sebelumnya yang berkaitan dengan aturan yang lebih umum.
Sebaliknya, bagian berikut tidak sebagaimana peraturan yang diterapkan sebelumnya. Bab 4.1.3 ini berisi ketentuan yang berkaitang dengan jangka waktu pengambilan keputusan yang hanya dapat diterapkan untuk bagian empat decision (keputusan). ketentuan ini tidak secara otomatis berlaku untuk bagian tiga perintah (orders), yang bukan keputusan. Hal yang sama juga berlaku untuk kewajiban memberikan alasan (yang mengharuskan bahwa kewenangan yang dimiliki menjelaskan pada apakah alasan keputusan tersebut didasarkan) dalam bab 4.1.4. Kami menarik kesimpulan dari sistem piramida bahwa ketentuan bagian empat tidak secara otomatis berlaku untuk pembuatan peraturan umum yang mengikat, seperti peraturan pidana kota.
Bagian 7:14 dan 7:27 dari AWB adalah contoh dari definisi dimana pengecualian tersebut dibuat dengan efek piramida dari undang-undang. Pada prinsipnya definisi dari bagian satu sampai dengan dan termasuk bagian empat dari AWB juga harus diterapkan pada bagian tujuh (Ketentuan khusus tentang keberatan dan banding administratif), tetapi definisi yang disebutkan di atas sebagian besar tidak termasuk efek dari bagian tiga dan empat.

Tipe dan Aturan Dalam AWB
AWB mengandung empat tipe norma: Norma Wajib (mandatari norms), Norma sebagai aturan dasar (norms as basic rules), Norma tambahan atau pelengkap (supplementary norms) dan norma pilihan (optional norms).

Norma Wajib (mandatari norms)
Merupakan aturan tertinggi dalam AWB yakni aturan yang berlaku ke seluruh tubuh dari hukum administrasi. Kedudukannya tersebut tidak memungkinkan untuk adanya penyimpangan dari norma-norma tersebut dalam merumuskan undang-undang khusus. Sebagai contoh, berdasarkan bagian 3:3 dari AWB pemerintah yang berwenang tidak boleh menggunakan kekuasaannya untuk membuat perintah untuk tujuan apapun selain atas kekuasaan yang diberikan. Ini disebut sebagai prinsip melarang penyalahgunaan kekuasaan (principle against misuse of power), atau yang sering dikenal dalam istilah perancis dengan detournement de pouvoir. Contoh lainnya adalah di bagian 2:4 dari AWB, yang menyatakan bahwa pemerintah yang berwenang melaksanakan tugasnya tanpa tindakan yang merugikan.
Terdapat norma-norma dalam AWB yang hanyalah sebagai kewajiban sepertihalnya yang telah disebutkan sebelumnya dengan detournement de pouvoir, yang namun, (kemudian) tindakan parlemen membuat pengecualian. Sebagai contoh dalam bagian 7:2 dari AWB, dimana penguasa pemerintahan diharuskan untuk mendengar pihak yang berkepentingan jika mereka mendaftarkan keberatan (atau banding pada bagian 7:16 dari AWB). namun karena pertimbangan anggaran, kadang-kadang dianjurkan untuk menyimpang dari kewajiban ini. Semisal yang dilakukan dengan keberatan terhadap UU Perpajakan Umum dan Undang-Undang Bantuan Keuangan Siswa. Dalam hal banding, dengar pendapat tidak dituntut oleh UU tentang Kewenangan Penegakan Pelanggaran Lalu Lintas. Jaksa penuntut umum tidak diwajibkan untuk mendengar keluhan seseorang yang pergi kepadanya dengan permohonan banding atas dikenakannya denda administrasi yang tercakup oleh UU ini. Dengar pendapat hanya penting jika para pihak terkait benar-benar secara tegas melaporkan bahwa dia ingin didengar.
Norma kewenangan lainnya adalah batas waktu untuk keberatan dan banding, terlepas dari jenis banding administrasinya (pasal 6:7 dari AWB). Batas waktu untuk keberatan dan banding ini dari definisinya enam minggu setelah hari di mana keputusan itu diumumkan dengan cara yang telah ditentukan. Meskipun ini adalah norma wajib, namun kemudian tindakan dari parlemen melenceng dari standar tersebut. misalnya, dalam UU orang asing, batas waktu ini hanya empat minggu. Dalam UU pencegahan penyebaran penyakit menular, pasal 4 bagian 6 dari Undang-undang secara tegas menyatakan bahwa bagian enam dan tujuh dari AWB sama sekali tidak berlaku.

Norma Sebagai Aturan Dasar.
Terdapat juga norma-norma dalam AWB yang menyajikan aturan yang berlaku, tetapi diri mereka memberi ruang lingkup untuk adanya penyimpangan dari apa yang mereka atur dengan formula seperti "kecuali jika tidak ditetapkan oleh peraturan hukum (lain)" atau dengan asumsi bahwa hal itu tidak dinyatakan (ditetapkan) dengan peraturan hukum (lain)". Formula ini memungkinkan (berbeda dengan norma wajib), bagi pembuat peraturan yang secara hierarkis lebih rendah untuk menyimpang dari norma-norma tersebut melalui peraturan provinsi atau kota. Tentunya, aturan kebijakan mungkin tidak menyimpanginya karena mereka tidak dianggap sebagai peraturan yang sah (diluar hierarkhi perundangan).
Sebagai contoh adalah pasal 4:1 dari AWB, yang mengharuskan permohonan untuk suatu keputusan harus diajukan secara tertulis kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. Aturan khusus tidak perlu untuk menunjukkan mengapa metode lain untuk pengajuan permohonan sebuah keputusan dipilih.

Aturan Tambahan.
Kategori ketiga ini berkaitan dengan norma-norma dalam AWB terkait tambahan aturan khusus yang menyisakan materi pokok yang tidak diatur. Aturan pelengkap dalam AWB pasal 4:13 dan yang menyertainya Pasal 4:14. Definisinya terkait dengan batas waktu untuk sebuah perancangan subsidi menetapkan bahwa setelah pengajuan permohonan, pejabat berwenang memberikan sebuah keputusan, tetapi tidak menentukan batas waktunya. Dalam kasus seperti itu, kewenangan administratif harus membuat sebuah keputusan dalam jangka waktu yang wajar. Pasal 4:14 berikutnya menyatakan bahwa jika sebuah keputusan tidak dibuat dalam delapan minggu, otoritas pemerintahan harus memberitahukan pemohon dalam batas waktu mana diterima dan pasti akan membuat sebuah keputusan.

Norma Pilihan
Akhirnya, undang-undang juga mengandung norma pilihan. Kedua prosedur persiapan yang diatur dalam bab 3:4 dan 3:5 hanya berlaku, misalnya, jika disediakan oleh aturan hukum yang lain atau dinyatakan secara tegas ditetapkan oleh otoritas pemerintahan. AWB ini tidak secara otoritatif menunjukkan bahwa suatu proses (perkara) harus ditindaklanjuti dengan penghormatan terhadap ruang partisipasi pada saat mempersiapkan sebuah keputusan. Pemerintah atau juga pembuat aturan yang relevan dapat memilih sendiri dan hanya harus menjelaskan mengapa 3:4 atau 3:5 berlaku kepada suatu pengambilan keputusan atau perkara.
Catatan Penulis : InsyaAllah dalam tempo yang tidak terlalu lama, akan kami terbitkan buku tersebut, yang merupakan bentuk alih bahasa dari karya JG Brouwer dan AE. Schilder.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar