Minggu, 13 Maret 2011

WUDLU SESUDAH MANDI

Oleh: A. Qadir Hasan 
(Kata Berjawab)

Sesudah mandi tidak perlu wudlu. sudah ada riwayat dari Nabi saw yang sahih, yaitu : (Artinya) Berkata Aisyah, “Adalah rasulullah Saw tidak berwudlu (lagi) sesudah mandi.” (Sahih Turmudzi dan lainnya).
Dalam riwayat Aisyah tersebut tidak diterangkan mandi yang mana, mandi janabat atau mandi biasa. Karena itu harus kita umumkan kata-kata “mandi” diriwayat tersebut.
Dalam ilmu ushul, dikatakan : ”Yang umum itu tetap atas keumumannya”. Maksudnya suatu perkataan dari Nabi saw yang maknanya umum (tidak ada yang membatasinya) harus dimaknai dengan umum pula, selama tidak ada keterangan yang menentukannya kepada sesuatu hal (yang lebih khusus).

Adakah niat untuk mandi janabat atau mandi biasa?
Untuk mandi janabat tidak ada perimtah satupun dari Agama yang menyuruh kita untuk nerniat ketika hendak mandi karena mandi janabat itu sebagai satu wasilah (cara) untuk menyempurnakan sesuatu ibadat. Mandi janabat ini bukan sebagai satu maq-shid (ibadat yang dituju).
Mandi janabat dikerjakan bukan karena mandi janabatnya, tetapi karena hendak mengerjakan shalat. Jadi yang dinamakan ibadat ialah shalat, sedang mandi janabat hanya sebagai jalan menuju shalat. Untuk jalan (wasilah) itu tidak perlu adanya ”niat”.
Jika mandi janabat yang ada hukumnya dengan suatu ibadat , sudah tidak perlu kepada niat, tentu mandi biasa lebih-lebih tidak perlu lagi adanya niat.

Adakah niat untuk wudlu?
Wudlu sama dengan mandi janabat di atas. Untuk wudlu juga tidak perlu kepada niat, karena wudlu bukan satu ibasat yang berdiri sendiri tetapi wudlu itu satu jalan ke shalat (pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Tsauri).
Jika seseorang mandi biasa, lalu dengan mandi ini anggota-anggota wudlunya terkena air sampai merata dinamakan dia sudah berwudlu dan sah wudlunya untuk shalat.

Dasar untuk berwudlu dan apakah mandi sudah termasuk berwudlu?
Dasar untuk mengerjakan wudlu terdapat dalam surat Al Maidah 6, yang artinya : ”Hai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka cucilah muka-muka kamu dan tangan-tangan kamu sampai siku-siku kamu dan sapulah kepala-kepala kamu, dan cucilah kaki-kaki kamu sampai dua mata kaki ...”
Dalam ayat ini Allah menyuruh kita untuk mencuci muka, tangan dan kaki, dan menyapu kepala. Perbuatan ini dinamakan wudlu. Dan Allah pun menyuruh kita untuk mengambil contoh dari Rasullah Saw dengan firman, yang artinya : Sesungguhnya adalah bagi kamu pada diri Rasulullah saw terdapat contoh yang baik (Al- Ahzab 21).
Contoh dari Nabi Saw ialah apabila sesudah mandi tidak berwudlu lagi. Perbuatan Rasulullah Saw, sesudah mandi tidak berwudlu itu tidak menyalahi firman Allah di Al-Maidah 6, karana di dalam mandi itu, sudah ada hal mencuci muka, mencuci tangan, mencuci kaki, dan menyapu kepala yang biasa disebut ”wudlu”.
Dalam hal ini, seorang sahabat nabi Saw bernama Hudzaifah berkata : Apakah tidak cukup seseorang dari kamu mandi, dari atas kepalanya sampai kakinya, sehingga ia mau berwudlu lagi?
Diriwayatkan dari Ibnu Umar : Tatkala orang bertanya tentang berwudlu sesudah mandi, nabi Saw bersabda ; Wudlu yang manakah yang lebih rata dari mandi? (Ibnu Abi Syaibah).
Ada riwayat lain, yang artinya : Seseorang laki-laki berkata kepada Inbu Umar, :Sesungguhnya saya berwudlu sesudah mandi.” Maka Ibnu Umar berkata : Sebenarnya engkau telah melebih-lebihkan. (Ibnu Abi Syaibah).
Tiga riwayat di atas menunjukkan bahwa mandi itu cukup, lebih meratai dari wudlu dan menunjukkan juga bahwa orang yang berwudlu sesudah mandi adalah melewati batas.

Bukankah dalam wudlu ada tertibnya, sedang dengan mandi tidak terdapat tertib untuk wudlu itu?
Disurat Al-Maidah 6, mula-mula Allah sebut muka lalu tangan, sesudah itu kepala, kemudian kaki. Diantara kata-kata muka, tangan, kepala, dan kaki ini ada huruf wau yang artinya “dan”, wau (dan) dalam bahasa Arab dikatakan lijami’i (untuk mengumpulkan semua itu), bukan littartib (untuk tertib).
Dalam riwayat-riwayat memang dinyatakan Nabi Saw berwudlu dengan tertib seperti susunan al Maidah 6 seperti perintah Rasulullah Saw., “mesti tertib” tidak ada Haditsnya yang sah.
Semata-mata perbuatan Nabi Saw tentang itu, tidak menunjukkan bahwa “wajib tertib”. Paling tinggi perbuatan Nabi Saw itu menunjukkan kepada sunnat tertib.
Demikian pendapat shahabat Nabi Saw, Ibnu Mas’ud dan Imam-imam : malik, Abu Hanifah, dawud, Tsauri, Bashri, Ibnul Masayyab, Atha, Zuhri dan Nakh’i. Oleh karena itu, tidak salah sesudah mandi tidak berwudlu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar